Tulisan akhir tahun 2016: Hari ini adalah jawaban dari masa lalu
11:48:00
Judulnya terinspirasi dari tulisan teh Falla Adinda disini.
Pernah nggak sih kalian berdoa dan berusaha mati-matian atas
suatu keinginan? Lalu, Tuhan mengabulkan. Tapi disaat itu pula, kalian merasa…
biasa aja.
Sewaktu baca tulisan teh Falla, aku jadi sadar akan hal itu.
Hal yang rupanya mendasari resolusi 2016-ku yang sebenarnya hanya satu, yaitu
belajar bersyukur.
Dulu...
semasa TK, aku ingin bersekolah di sekolah Islam. Lalu, orang tua memasukkanku ke sekolah Islam. Mungkin yang ini bisa jadi karena dulu memang dari awal itu juga menjadi keinginan orang tuaku.
semasa TK, aku ingin bersekolah di sekolah Islam. Lalu, orang tua memasukkanku ke sekolah Islam. Mungkin yang ini bisa jadi karena dulu memang dari awal itu juga menjadi keinginan orang tuaku.
Lulus TK, aku punya keinginan bersekolah di SD paling di
favoritkan se-antero tempat tinggalku (menurut pandanganku). Dan, lagi-lagi
orang tua memasukkanku ke sekolah itu.
Lulus SD, ingin masuk ke SMP yang pada masanya di favoritkan
di Surabaya pinggiran. Dan Tuhan meloloskanku masuk ke sekolah tersebut.
Lulus SMP, masih dengan keinginan yang sama. Dan lagi-lagi,
Tuhan dengan segala kebaikannya meloloskanku masuk ke SMA yang banyak diidamkan
teman-teman sepermainanku.
Menjelang lulus SMA, disaat teman-temanku berlomba masuk ke
suatu PTN yang tidak pernah ku lirik itu, aku malah masih sibuk mengejar gengsi
dan berharap terlalu tinggi masuk ke PTN dan jurusan yang sudah aku impikan
sejak SMP. Tapi, Tuhan punya rencana lain. Aku tidak lolos masuk di jurusan
yang aku inginkan, malah masuk ke PTN yang juga diserbu oleh teman-temanku.
Disitu aku berpikir, Tuhan udah nggak sayang aku atau gimana? Kok kali ini
doaku nggak dikabulkan? Ya. Kurang lebih begitu pikiran Yesi di 2012. Disaat
teman-temannya memandang iri, aku dengan effort yang jauh (kurang) dari
teman-temanku, malah masuk ke PTN itu.
Setiap pulang kuliah, dan melewati tempat kerja orang-orang yang
berhubungan dengan interior, aku bilang ke diri sendiri, “Ntar pas udah lulus
aku kerja ditempat kayak gitu ah.”
Dan beberapa bulan setelah kelulusan, aku bekerja ditempat
yang aku idam-idamkan.
Beruntung? Iya. Apa aku bahagia jika doaku dikabulkan? Hmm,
iya. Tapi hanya di awal.
Saat mulai bekerja, aku menyadari ada yang aneh sama diri
sendiri. Kenapa ya? Tuhan sudah sangat baik mengabulkan hampir semua harapanku.
Tapi, aku merasa biasa aja. Apa karena manusia selalu merasa kurang?
Sampai aku menceritakan semuanya pada salah satu teman. Lalu
temanku berkata, “kamu sudah punya semuanya. Yang belum kamu punya cuma satu,
kamu kurang bersyukur.” #DHEG
Aku duduk didepan lemari, membukanya dan memandang
kertas-kertas piagam, ijazah, hingga surat dari orang-orang yang aku sayangi.
Kemudian berkata pada diri sendiri, “iya. Aku aja yang kurang bersyukur.”
Sejauh ini, yang aku lakukan di 2016 adalah berusaha
mengingatkan diri sendiri bahwa segala sesuatu yang aku dapatkan hari ini,
adalah hasil dari doa-doa dan usaha di masa lalu. Tuhan memberikan segala
sesuatu, bukan tanpa alasan kan?
Aku memang belum selalu bersyukur akan segala hal. Bahkan
melihat orang yang bisa memakai skincare, atau baju dengan brand terkenal saja
aku ingin. Melihat perempuan seumuran dengan karir lebih cemerlang saja aku
ingin. Hanya saja, sekarang aku bisa mengubah “ingin”-ku menjadi doa, dan
melipatgandakan usaha.
Karena tidak ada yang bisa menebak, jika siapa tahu masa
depan adalah jawaban dari doa, keinginan, dan usaha yang dilakukan saat ini.
Eh ada tambahan! Bersyukur itu boleh. Tapi berhenti untuk
berusaha? Jangan.
Selamat mengakhiri tahun 2016, teman-teman!
0 komentar